Hari ini fakultas ku mengadakan makrab
(malam keakraban) di puncak. Hampir semua mahasiswa fakultas ekonomi
ikut. Termasuk
teman temen sekelasku, semuanya ikut. Setibanya di sana kita memasang tenda, Aku bersama kedua sahabatku Lisa dan Muti berada di dalam satu tenda. Disana kami bersenang
senang, kamipun berkenalan dengan anak-anak kelas lain.
“Eh, ada cowo ganteng bingitssss itu”
kata sahabatku Lisa. “manaa??” tanya ku. “OMG itu yang mau jalan kesinii,
dia....”.
Mata Lisa tak dapat berpaling dari wajah
cowo itu, cowok itupun jalan di hadapan kami dan melontarkan senyuman ke arah Lisa.
“ohhh, rasanya mau terbang,, diaaaaa
liatin aku!!”.
Tubuh Lisa lemas dan seperti orang
kasmaran.
“udah yukk ke tenda, Lisa emang dasar ye
disenyumin cowo cakep dikit aja klepek-klepek haha” kata Muti.
Aku dan Muti pun mengandeng Lisa agar
cepat kembali ke tenda.
***
Malam harinya diadakan calance atau pertandingan
adu cepet untuk mendapatkan bendera berwarna kuning. Semua dibagi kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 orang. Dan ternyataaaa Aku sekelompok dengan Dimas. Dimas adalah temen sekelasku sejak SMA dan
cowo yang paling menyebalkan, dia selalu meledek ku sejak SMA.
"sama Dimas??" teriakku dengan kaget. “Kenapa dari SMA
dan kuliah juga selalu sama dia,
mending baik, ini nyebelin banget” Aku mengerutu.
"semuanya bergabung pada kelompok masing masing yang sudah
dibagikan, dan
pencarian akan dimulai pukul 7 tepat. " kata kakak senior
"yaaaah masa gw sama lo si, bosen gw" kata Dimas kepada ku. "gw juga males kali sekelompok
sama lo" jawab ku.
"heh, jangan bertengkar terus, udh mau mulai ni,
kita harus kompak" kata
sahabatku
Muti dan lisa.
Untung saja mereka sekelompok dengan ku. Kami pun
bersiap-siap.
"mulaaaaai" teriak kakak Senior, dan semua berlari menuju hutan
untuk
mencari bendera tersebut.
***
Saat didalam hutan...
"ko ini serem bgt yaa, banyak suara suara
aneh" kata ku. Aku
berjalan berjajar kebelakang, Dimas paling depan, lalu Aku, lisa dan Muti paling
belakang. “payah,gitu aja takut" kata Dimas. “jangan sok berani deh” jawab Ku
Tiba-tiba ada suara kayu patah yang
mengagetkan kita semua, “aaaaaaaaaaaa!!!” aku berteriak dan lari, tanpa sengaja aku terpeleset
dan jatuh berbarengan dengan Dimas. Mata ku dengan matanya bertemu disatu galis lurus, entah setelah melihat
matanya Aku merasakan ketenangan dari ketakutan ku sebelumnya.
"Sory-sory, nggak sengaja, jatoh jadinya” kata ku. " Iya ngakpapa lo nggak kenapa-kenapa kan?" Tanya Dimas. Tumben sekali Dimas manayakan kabar ku (tanyaku dalam hati). Lalu aku menjawab “ngakpapa ko". Lisa menegur kami, "ayo
kita jalan lagi, ntar kalo lama lama kepicut lagi". “Yaaa,nggk
mungkin lah” jawab ku. Sambil pergi dan melanjutkan perjalanan Lisa dan Muti menertawakan Aku dan Dimas.
Angin berhembus dengan pelan, tetepi sangat menusuk kulit kulit kami, ditambah
suara suara aneh wanita dari kejauan membuat kami merinding.
“kalian dengar
nggk itu suara apa?” tanya Lisa. “ iyaa, kayak suara cewe gitu” jawab Muti.
“Suara kakak senior kayaknya dh” jawab Dimas.
Kami mencoba berfikir positif, kalau itu hanya kakak
mentor yg iseng. Angin tiba-tiba berhembus sangat kencang. Ternyata
“AAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!” kami berteriak dan berlarian tanpa arah tujuan, entah
kemana arah kaki ini melangkah, aku tak tau yang terpenting terhindar dari
bayangan putih yang lewat dihadapan kami tadi.
***
Tanpa disadari, ternyata kami semua
terpisah, aku tak
tau ada di mana sekarang. Aku memutuskan untuk duduk di bawah pohon. Tanpa disadari
air mata ku turun dan membasahi pipiku, aku sangat takut, hanya senter yang hampir
redup yang aku bawa. “Lisa, Muti,
Dimas, kalian
dimana?????”. teriak
ku sekuat tenaga. Aku hanya bisa menundukkan
kepala ku dan memeluk kaki ku. Tak lama kemudian ada yang mencolek ku dari belakang. Aku terkejut “tolong
jangan gangu aku, aku tidak mengganggu kalian disi” kata ku dengan suara lemas
dan penuh rasa takut. "Rere!!!" aku
terkejut,suara itu terdengar seperti suara Dimas. Aku langsung berdiri dan memeluk Dimas. Entah apa yang
kulakukan, tapi aku tidak bisa menyembunyikan rasa takut ku ini. “jangan nagis re, tenang ada
aku disini” kata Dimas sambil mengusap rambut ku. “Kamu sudah agak tenang?,
kalo gitu ayo kita cari yang lain” kata Dimas “ iya sudah” jawab ku.
Dimas beranjak dari tempat itu saambil
mengandeng
tangan ku dan
membawa ku pergi dari tempat itu.
***
“Re, kayaknya kita sudah diluar jalur
yang ditentuin kakak senior dh, soalnya dari tadi kita sudah jalan jauh tapi
tidak ada petunjuk”. “hemm, iyaa kayaknya” sambil menghela nafas. “duduk disini aja dh,
istirahat sudah jam 11 malam”. “agak serem sih disini, tapi yaudah dh, nggak ada pilihan
lain” jawab ku. “ yaelah, ada gw ini, paling kalo ada apa-apa sama lo nanti gw
biarin wkwk” Dimas tertawa
terbahak bahak seakan ini bukan masalah besar. “ heeeeh, mulai deh jahatnya”. “yaudah duduk di sini” jawab Dimas.
Aku duduk dan lama kelamaan aku merasa udara di sini
dingin dan sangat menusuk kulit ku, tangan ku selalu ku tiup agar terasa
hangat.
“dingin ya?” tanya Dimas. “aduh pake nanya lagi, iyalah
dingin”. “duh mbak Rere biasa aja jawabnya,
bentar gw bikin api unggun dlu”. “ emang bisa?” tanya ku dengan penuh keraguan.
“ bisa dong, kebetulan gw bawa korek ni di kantong”. “wahh untung ada
korek”.
Sekarang
kondisi sudah semakin hangat oleh api unggun yang dibuat Dimas. “udah tidur gih” kata Dimas kepada ku. “jangan
macem-macem lo, kalo gw tidur”. “Astagfirullah gw nggak ngapa-ngapain, neting
terus pikirannya” jawab Dimas.
Saat kondisi seperti ini pun kami masih saja
bertengkar. Aku mulai ngantuk dan tertidur, entah apa yang kurasaan, saat aku
tidur aku merasa nyaman dan aman. Walaupun Dimas ini jail, aku senang saat dia
perhatian kepadaku.
***
Matahari pun beranjak naik, kicauan burung-burung pun
memabangunkan ku dari tidur lelapku. Saat ku bangun ternyata aku tertidur di
bawah pundak Dimas,
dan jaketnya menyelimuti ku, pantas saja aku tidak merasa kedinginan. Entah apa yang kurasakan
saat ini, aku hanya senyum-senyum sendiri melihatnya. Seorang Dimas yang selama ini jail kepada
ku, tapi perhatian juga ya. Tanpa ku sadari Dimas bangun dan menggigil.
“Re, udah bangun?”, terdengar suara Dimas yang mengigil. “sudah, Dimas lo kenapa?” Tanya ku. “ Nggak kenapa-kenapa” jawab Dimas. “nggkpapa gimana, lo itu kedinginan muka lo juga pucet, ngapain juga ngasih
jaket ini ke gw, ini pake”
Lalu aku mengusap- ngusap tangannya yang
dingin itu dengan tangan ku.
“ kalo lo sakit, nanti siapa yang jagain gw”. Entah
kenapa aku bisa bicara seperti itu. “gw nggak sakit Rere, abisnya tadi malem gw liat
lo tidurnya lelap banget dan apinya habis, gw kasih aja jaket ini ke lo”. “tapi jangan
ngorbanin lo juga kali, sekarang sudah mendingan?” tanya ku. “sudah, yaudah yuk
jalan lagi” jawab Dimas.
***
Kami pun melanjutkan perjalan, kita hanya mengikuti arah kemana kaki
ingin melangkah. Saat sedang menelusuri jalan “aww!” teriak ku kesakitan. “
kenapa re?”. “aww, kayaknya kaki gw kena duri”. Coba sini gw liat “yaampun ini
bukan duri tapi kaca, darah lo banyak banget lagi”. Aku hanya merintih
kesakitan. Dimaspun merobek sedikit bajunya untuk mengikat kaki ku agar
darahnya terhenti. “gimana udah mendingan?, lo hati-hati kalo jalan” kata
Dimas. “masih sakit, tapi ngakpapa ayo kita jalan, kalo nungguin gw sembuh,
kapan sampe tenda”. “yakin?, yaudah bangun, tangan lo ke pundak gw, biar gw
topang”. Aku sempat mengelak dan ingin mencoba berjalan sendiri tapii... “aww”
teriak ku. Lagi-lagi aku terpeleset dan Dimas menolong ku dan mendekap ku,
kembali mata ku dengan matanya saling bertemu disatu garis lurus, mata ini
seperti sedang berbicara dengan hati. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tak
dapat mengartikannya, yang dapat kurasakan hanyalah dada yang penuh debar. Aku
mengalihkan pandangan ku dan kondisi kembali seperti semula. Kamipun terlihat
saling salah tingkah. “jangan bandel deh, kaki sakit malah mau jalan sendiri”
kata Dimas agak sedikit marah. Aku hanya membalas dengan senyum penuh rasa
salah, lalu tangan ku berada di pundaknya agar tidak terjatuh lagi. Sepanjang
jalan aku hanya bisa berjalan pincang dan harus di topang oleh Dimas. Saat itu
dekapannya sungguh sangat menjaga ku, menjagaku untuk terus dapat berjalan.
Sungguh ini bukan seperti Dimas yang ku kenal.
***
Setelah berjalan lama.....
“Dimas, lihat deh, itu tenda kampus kita kan” tanyaku. “iyaaaaaa itu ada
benderanyaa” jawab Dimas. aaaaaaaaaaaa kami berdua berteriak dan saling berpelukan, tak disangka,
akhirnya kita menemukan tendanya. Kami pun bergegas ke tenda dan di sambut oleh Lisa dan Muti “Rereeeeee” teriak Lisa dan Muti . Aku sempeat mengeluarkan air mata,
karena sangking bahagianya bisa sampai ditenda dengan selamat. Mentorku pun
juga menyuruh ku langsung bersih-bersih dan beristirahat.
“lis, obatin kaki rere ya” kata Dimas
penuh rasa khawatir. “siiip, nanti gw obatin”. Aku pun melontarkan senyumanku
ke Dimas. Setelah
itu aku menceritakaan semuaaaanya kepada Lisa dan Muti di tenda, termasuk cerita tentang Dimas yang perhatian itu.
“Dimas so sweet dan tanggung jawab banget re, nggak nyangka deh”. Kata Muti setelah mendengar cerita
ku. “apa selama ini sifat jailnya itu cuma biar bisa dapet perhatian lo”. kata Lisa. “ya nggak tau lah, kita liat aja
nanti gimana kelanjutan sifatnya dia”. Jawab ku.
***
Hari ini adalah hari terakhir makrab,
semua bergegas merapihkan tenda untuk pulang. “ayoo semua, masuk ke bis
sekarang, pastikan sudah tidak ada yang tertinggal”. Kata kakak senior. “ iyaaa
kaaa” semua menjawab.
Sebelum kami menuju ke Jakarta, kami
mampir ke air terjun dan itu indaaaaaaaah sekali. Banyak paparan pohon hijau
yang menyejukkan mata dan udara yang menyapa kulit dengan penuh kelembutan.
Saat itu aku duduk disebuah batu besar, sedikit terkena air terjun percikan
dari atas bukit.
“hai re, gimana kakinya, sudah sembuh?”.
Tiba tiba Dimas berada di samping ku. “sudah lumayan, nggk sakit lagi, makasih
ya sudah mau nolongin gw saat kita tersesat kemarin” kata ku. “iyaa, sama-sama,
emmm ada yang mau gw omongin nih”. “iyaa apa? Ngomong aja”jawab ku. “gw mau
buat pengakuan ke lo, kalau gw .........” Dimas terdiam seakan ada kata-kata
yang tertahan dimulutnya. “ gw apa?” tanya ku. “gw sayang sama lo”. Aku
terkejut dan sangat sangat terkejut mendengar kata kata itu. “awal gw ketemu lo
gw selalu jailin lo karna gw suka sama cara lo marah, dan entah kenapa gw juga
baru sadar pas kita di hutan kemarin, kalo rasa ini bukan sekedar suka untuk
ngejailin lo, tapi sayang untuk menjaga lo". Hati ku berdebar kencang, kencang
sekali. Dibawah air terjun ini semua rasa dihati ku campur aduk, semua
kekesalan kepada Dimas seakan hilang dibawa rintikan air dari bukit, dan angin
yang menyapa kulit ku menambah rasa bahagia ku saat ini. Entah apakah ini rasa
yang sama dengan Dimas. “Re, bisa berdiri diatas batu ini?” Dimas memegang
tangakku dan membangunkan duduk ku. Akupun berdiri diatas batu ini. Dimas
berdiri setengah duduk dan megang tangan kanan ku sambil menatap mata ku. “mau
kah kau menjadi calon ibu dari anak-anak ku?”. Aku terkejut, dada ini semakin
terasa berdebar lebih keras dari sebelumnya. “ aaaaaaa kuuuuuuu” jawab ku
tebata-bata. “aaaa kkkuuuu maaa aaauuuu” saat ku mengeluarkan kata-kata itu
hatiku terasa lega. Dimas langsung memeluk ku,
senyum sumringah Dimas dan aku disaksikan oleh ribuaan air yang jatuh serta
burung burung yang berkicau seakan sama-sama ikut merasakan kebahagiaan ku dan
Dimas saat ini. J))))))
_SELESAI_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar