SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA DARI MASA REFORMASI HINGGA KABINET SBY
Pemerintahan Reformasi
Banyak
kalangan yang berpandangan bahwa Orde Reformasi dimulai pada saat jatuhnya
Soeharto, 21 Mei 1998. Jika patokan ini diikuti, maka dalam tempo hanya sekitar
tiga tahun Indonesia telah dipimpin oleh tiga pemerintahan, yaitu Pemerintahan
Habibie (dengan Presiden Prof. Dr. Ir. B.J. Habibie) yang menggantikan Soeharto
(Mei 1998), lalu terpilihnya K.H Abdurrahman Wahid (Gusdur) sebagai presiden RI
1999-2004, dibulan Oktober 1999, namun kemudian ia digantikan oleh Megawati
Soekarno Putri pada Agustus 2001. Dan sejak 2004 Presiden RI adalah Susilo
Bambang Yudhoyono.
- Bapak B.J Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Pada
saat pemerintahan presdiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi belum
melakukan perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi.
Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk menstabilkan keadaan politik di
Indonesia. Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan
wilayah Timor-timor dari Wilayah Indonesia melalui jejak pendapat.
- Bapak Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)
Pada
masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan yang cukup
berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman
Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik antar etnis
dan antar agama.
- Ibu Megawati (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
Masa
kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang harus
diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakan-kebijakan
yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
a) Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8
milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar
negeri sebesar Rp 116.3 triliun
b) Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual
perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan
negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara.
Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi
4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang
diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil jalan
tengah dengan menjual beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri.
Akan tetapi, hutang Negara tetap saja menggelembung karena pemasukan Negara
dari berbagai asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat
berkurang.
- Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-sekarang)
Masa
kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu
a) Mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan
harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia.
Anggaran subsidi BBM dialihkan ke sector pendidikan dan kesehatan, serta
bidang-bidang yang mendukung kesejahteraan masyarakat.
b) Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan
kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi
masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan
pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
c) Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji
memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian
Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para
investor dengan kepala-kepaladaerah. Investasi merupakan faktor utama untuk
menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang
selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor
asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika
semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja
juga akan bertambah.
d) Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
yang dijalankan pada pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi
masih tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem
Soft Law bukan Hard Law. Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang yang
melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak
akan jera dan banyak yang mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat
dirugikan secara besar-besaran dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak
stabil.
e) Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas
dikarenakan persediaan bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran
tinggi.
f)
Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat
para petani menjerit karena harga gabah menjadi anjlok atau turun drastisPada
tahun 2006 Indonesia melunasi seluruh sisa hutang
g)
pada IMF (International Monetary Fund). Dengan ini,
maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan
kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri
kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara
penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari
35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret
2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran
kredit perbankan ke sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka
menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor riil kurang dan berimbas pada
turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga semakin membengkak dikarenakan
sering terjadinya bencana alam yang menimpa negeri ini.
Pemerintahan Gotong-Royong
Kabinet
Gotong Royong adalah kabinet pemerintahan Presiden RI kelima Megawati
Sukarnoputri (2001-2004). Kabinet ini dilantik pada tahun 2001 dan masa
baktinya berakhir pada tahun 2004.
Kinerja
Pemerintahan Megawati Soekarnoputri sangat mengecewakan. Megawati tidak tampil
sebagai seorang presiden, melainkan lebih sebagai ketua umum partai. Akibatnya,
roda pemerintahan tidak berjalan sebagaimana diharapkan banyak orang dan
cita-cita reformasi.
Penilaian
itu dilontarkan Kelompok Kerja (Pokja) Petisi 50 dalam evaluasi akhir tahun
Petisi 50 yang berjudul “Catatan Akhir Tahun 2002, Pernyataan Keperihatinan”.
Sebagai pemimpin bangsa, menurut Petisi 50, Presiden Megawati sangat mudah
dipengaruhi. Selain itu, para pembantunya di jajaran kabinet kelihatan sangat
tidak solid. Hal itu terjadi karena para menteri masing-masing mengusung
kepentingan partai politik (parpol) dari mana mereka berasal.
Pemerintahan Indonesia Bersatu
1.
PEMERINTAHAN
INDONESIA BERSATU JILID I ERA SBY-JK 2004-2009
Kabinet
Indonesia Bersatu (Inggris: United Indonesia Cabinet) adalah kabinet
pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil
Presiden Muhammad Jusuf Kalla.
Kabinet
ini dibentuk pada 21 Oktober 2004 dan masa baktinya berakhir pada tahun 2009.
Pada 5 Desember 2005, Presiden Yudhoyono melakukan perombakan kabinet untuk
pertama kalinya, dan setelah melakukan evaluasi lebih lanjut atas kinerja para
menterinya, Presiden melakukan perombakan kedua pada 7 Mei 2007.
Susunan
Kabinet Indonesia Bersatu pada awal pembentukan (21 Oktober 2004), perombakan
pertama (7 Desember 2005), dan perombakan kedua (9 Mei 2007)
Pada
periode ini, pemerintah melaksanakan beberapa program baru yang dimaksudkan
untuk membantu ekonomi masyarakat kecil diantaranya Bantuan Langsung Tunai
(BLT), PNPM Mandiri dan Jamkesmas. Pada prakteknya, program-program ini
berjalan sesuai dengan yang ditargetkan meskipun masih banyak kekurangan
disana-sini.
- PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU JILID II ERA SBY – BOEDIONO 2009-2014
Kabinet
Indonesia Bersatu II (Inggris: Second United Indonesia Cabinet) adalah kabinet
pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil
Presiden Boediono. Susunan kabinet ini berasal dari usulan partai politik
pengusul pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009 yang mendapatkan kursi di DPR
(Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB) ditambah Partai Golkar yang bergabung
setelahnya, tim sukses pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009, serta kalangan
profesional. Susunan Kabinet Indonesia Bersatu II diumumkan oleh Presiden SBY
pada 21 Oktober 2009 dan dilantik sehari setelahnya. Pada 19 Mei 2010, Presiden
SBY mengumumkan pergantian Menteri Keuangan.
Pada
periode ini, pemerintah khususnya melalui Bank Indonesia menetapkan empat
kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional negara yaitu :
a.
BI rate
b.
Nilai tukar
c.
Operasi moneter
d.
Kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas
dan makroprudensial lalu lintas modal.
Dengan
kebijakan-kebijakan ekonomi diatas, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi negara yang akan berpengaruh pula pada meningkatnya
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Kinerja
Pemerintahan SBY – Tak terasa sudah 1 tahun pemerintahan SBY jilid II berjalan,
Namun masih saja dianggap gagal serta mendapat rapor merah dari beberapa
kalangan. Dan kali ini pengamat ekonomi dunia pun ikut bicara terkait dengan
kinerja pemerintahan SBY yang sudah 1 tahun ini. Perolehan suara 60 % dalam
Pilpres 2009 dan mendapat dukungan mayoritas di parlemen ternyata belum bisa
dioptimalkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono untuk melakukan
langkah-langkah yang konkrit dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
rakyat.
Di
mata pengamat ekonomi politik dari Northwestern University, Amerika Serikat,
Prof Jeffrey Winters, buruknya kinerja pemerintahan SBY tidak lepas dari sikap
Presiden SBY dalam menjalankan pemerintahan. SBY dianggap lebih suka terlihat
cantik, santun dan berambut rapi di depan kamera dibanding bekerja keras
mengatasi persoalan-persoalan yang ada di Indonesia.
Apa
pandangan Anda terhadap kinerja SBY-Boediono selama menjalankan pemerintahan?
Sampai
saat ini dilihat kinerja pemerintahan SBY-Boediono rendah. Dan perlu dicatat
prestasi yang rendah kepemimpinan SBY bukan sesuatu yang baru. Karena sejak
2004 memang kinerjanya tidak pernah tinggi. Jadi kombinasi SBY-Kalla yang sudah
mengecewakan menjadi lebih parah dengan kombinasi SBY-Boediono.
Meski
pada masa SBY-JK kinerjanya buruk, paling tidak Jusuf Kalla dikenal sebagai
orang yang tidak sabar dan sering mendorong SBY untuk bertindak dan ambil
keputusan. Tetapi akhirnya Kalla menjadi capek, frustrasi dan memilih lepas
saja.
Kinerja
para menteri terkait dengan performa pemimpinnya. Karena sikap presidennya
sebagai leader tidak bagus tentu saja para menterinya juga tidak bagus
kerjanya. Apalagi pemilihan anggota kabinet berdasarkan bagi-bagi kekuasaan
supaya aman di parlemen. Hasilnya yang terjadi pemilihan bukan berdasarkan
kapabilitas dan akuntabilitas. Melainkan berdasarkan jatah anggota koalisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar