Latar belakang
Sudah merupakan kesepakatan kaum muslimin bahwa
al-Hadits merupakan sumber syariat islam kedua setelah al-Qur’an. Oleh karena
itu mempelajari hadits-hadits Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-
merupakan kewajiban sebagaimana mempelajari al-Qur-an.Demi menyempurnakan
pengkajian kita terhadap hadits-hadits Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi
wasallam-, dan memudahkan dalam menelaah sunnah yang diwariskan oleh
beliau, serta mampu memilah antara yang shahih dan yang dha’if dari hadits dan
sunnah tersebut, maka dibutuhkan wasilah khusus yang bisa
merealisasikan hal tersebut, wasilah tersebut adalah ‘Ulumul Hadits.
‘Ulumul Hadits merupakan ilmu mulia,
barang siapa yang mahir dalam disiplin ilmu ini, maka sungguh telah mendapatkan
kebaikan yang besar, karena ilmu ini merupakan kunci pokok untuk mempelajari
hadits-hadits Nabi, barangsiapa yang mempelajarinya maka akan banyak
berinterakasi dengan sunnah-sunnah Rasulullah, sehingga sangat berpotensi untuk
lebih mengenal sunnah beliau, bahkan tidak menutup kemungkinan akan terbangun
sebuah kemampuan yang luar biasa, yaitu keahlian dalam memilah hadits shahih
dan hadits dhaif. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai urgensi kajian ulumul hadits.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka
dapat dirumuskan beberapa masalah berikut:
1.
Apa
pengertian ulumul hadits?
2.
Apa manfaat
mempelajari ulumul hadits?
BAB III
|
METODE PERIWAYATAN HADITS
|
5. Metode-metode periwayatan hadis.
Metode-metode periwayatan hadis yang akan kita bahas pertama kali adalah tahammul, kemudian metode-metode ada’ hadis.
a. Metode tahammul hadis ada delapan ( طريقة التحمل ).
Pertama, as-Sima’ ( السماع ); mendengar,
yaitu seorang guru/ahli hadis membaca hadis baik dari hafalan maupun dari
kitabnya sedang hadirin mendengarnya, baik majlis itu untuk imla’ ataupun untuk
yang lain. Menurut mayoritas ulama’, metode ini berada pada peringkat
tertinggi. Ada juga yang berpendapat jika disertai dengan menulis lebih tinggi
dari pada mendengar saja, karena terhindar dari kelalaian dan dekat kepada
kebenaran .
Kedua, al-Qira’ah Ala as-Syeikh ( القراءة على الشيخ ); membaca di
hadapan syekh, yaitu seorang membaca hadis dihadapan guru, baik dari hafalannya
ataupun dari kitabnya yang telah diteliti sedang guru memperhatikannya atau
menyimaknya baik dengan hafalannya atau dari kitab asalnya atau pun dari naskah
yang digunakan untuk mengecek dan meneliti. Orang yang diberi kepercayaan dan
memiliki satu naskah yang telah diteliti bisa juga untuk mendengar dari orang
yang sedang membaca dihadapan guru.
Ketiga,
al-Ijazah ( الإجازة ); rekomendasi, yakni
seorang ahli hadis membolehkan atau memberikan izin kepada muridnya untuk
meriwayatkan hadis atau kitab kepada seseorang atau orang-orang tertentu,
sekalipun murid tidak membacakan kepada gurunya atau tidak mendengar bacaan
gurunya, seperti: Saya mengijazahkan kepadamu untuk meriwayatkan dariku.
Keempat, al-Munawalah ( المناولة ); penyerahan, seorang ahli hadis memberikan sebuah hadis, beberapa hadis, atau sebuah kitab kepada muridnya atau salinan yang sudah dikoreksinya agar sang murid meriwayatkan dari-nya.
Kelima,
al-Mukatabah ( المكاتبة );
penulisan, seorang guru/ahli hadis menuliskan sendiri atau menyuruh orang lain
untuk menuliskan sebagian hadisnya guna diberikan kepada murid yang ada
dihadapannya atau yang tidak hadir dengan jalan dikirimi surat melalui orang
yang dipercaya untuk menyampaikannya.
Keenam,
I’lâm asy-Syeikh ( إعلام الشيخ );
pemberitahuan guru, maksudnya seorang syeikh memberitahukan kepada muridnya
bahwa hadis ini atau kitab ini adalah riwayatnya dari fulan, dengan tidak
disertakan izin untuk meriwayatkan dari padanya. Ulama berbeda pendapat ada
yang membolehkan dan ada yang melarangnya.
Ketujuh,
al-Washiyyah ( الوصية );
wasiat, yaitu seorang guru mewasiatkan disaat mendekati ajalnya atau dalam
perjalanan, sebuah kitab yang ia wasiatkan kepada sang perawi. Ulama sebagian
membolehkan dan yang lain tidak membolehkan.
Kedelapan,
al-Wijâdah ( الوجادة ); penemuan, yaitu
seorang rawi mendapat hadis atau kitab dengan tulisan seorang syeikh itu,
sedangkan hadis-hadisnya tidak pernah didengarkan ataupun ditulis oleh siperawi
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar