Jumat, 10 Oktober 2014

“ILMU HADITS”

Latar belakang
Sudah  merupakan kesepakatan kaum muslimin bahwa al-Hadits merupakan sumber syariat islam kedua setelah al-Qur’an. Oleh karena itu mempelajari hadits-hadits Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- merupakan kewajiban sebagaimana mempelajari al-Qur-an.Demi menyempurnakan pengkajian kita terhadap hadits-hadits Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wasallam-, dan memudahkan dalam menelaah sunnah yang diwariskan oleh beliau, serta mampu memilah antara yang shahih dan yang dha’if dari hadits dan sunnah tersebut, maka dibutuhkan wasilah khusus yang bisa  merealisasikan hal tersebut, wasilah tersebut adalah ‘Ulumul Hadits.
‘Ulumul Hadits merupakan ilmu mulia, barang siapa yang mahir dalam disiplin ilmu ini, maka sungguh telah mendapatkan kebaikan yang besar, karena ilmu ini merupakan kunci pokok untuk mempelajari hadits-hadits Nabi, barangsiapa yang mempelajarinya maka akan banyak berinterakasi dengan sunnah-sunnah Rasulullah, sehingga sangat berpotensi untuk lebih mengenal sunnah beliau, bahkan tidak menutup kemungkinan akan terbangun sebuah kemampuan yang luar biasa, yaitu keahlian dalam memilah hadits shahih dan hadits dhaif. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas mengenai urgensi kajian ulumul hadits.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah berikut:
1.      Apa pengertian ulumul hadits?
2.      Apa manfaat mempelajari ulumul hadits?





BAB III
METODE PERIWAYATAN HADITS
 



                                  



5.    Metode-metode periwayatan hadis.

Metode-metode periwayatan hadis yang akan kita bahas pertama kali adalah tahammul, kemudian metode-metode ada’ hadis.

a.    Metode tahammul hadis ada delapan ( طريقة  التحمل ).
Pertama, as-Sima’ ( السماع ); mendengar, yaitu seorang guru/ahli hadis membaca hadis baik dari hafalan maupun dari kitabnya sedang hadirin mendengarnya, baik majlis itu untuk imla’ ataupun untuk yang lain. Menurut mayoritas ulama’, metode ini berada pada peringkat tertinggi. Ada juga yang berpendapat jika disertai dengan menulis lebih tinggi dari pada mendengar saja, karena terhindar dari kelalaian dan dekat kepada kebenaran .
Kedua, al-Qira’ah Ala as-Syeikh ( القراءة على الشيخ ); membaca di hadapan syekh, yaitu seorang membaca hadis dihadapan guru, baik dari hafalannya ataupun dari kitabnya yang telah diteliti sedang guru memperhatikannya atau menyimaknya baik dengan hafalannya atau dari kitab asalnya atau pun dari naskah yang digunakan untuk mengecek dan meneliti. Orang yang diberi kepercayaan dan memiliki satu naskah yang telah diteliti bisa juga untuk mendengar dari orang yang sedang membaca dihadapan guru.
Ketiga, al-Ijazah ( الإجازة ); rekomendasi, yakni seorang ahli hadis membolehkan atau memberikan izin kepada muridnya untuk meriwayatkan hadis atau kitab kepada seseorang atau orang-orang tertentu, sekalipun murid tidak membacakan kepada gurunya atau tidak mendengar bacaan gurunya, seperti: Saya mengijazahkan kepadamu untuk meriwayatkan dariku.

Keempat, al-Munawalah ( المناولة ); penyerahan, seorang ahli hadis memberikan sebuah hadis, beberapa hadis, atau sebuah kitab kepada muridnya atau salinan yang sudah dikoreksinya agar sang murid meriwayatkan dari-nya.
Kelima, al-Mukatabah ( المكاتبة ); penulisan, seorang guru/ahli hadis menuliskan sendiri atau menyuruh orang lain untuk menuliskan sebagian hadisnya guna diberikan kepada murid yang ada dihadapannya atau yang tidak hadir dengan jalan dikirimi surat melalui orang yang dipercaya untuk menyampaikannya.
Keenam, I’lâm asy-Syeikh ( إعلام الشيخ ); pemberitahuan guru, maksudnya seorang syeikh memberitahukan kepada muridnya bahwa hadis ini atau kitab ini adalah riwayatnya dari fulan, dengan tidak disertakan izin untuk meriwayatkan dari padanya. Ulama berbeda pendapat ada yang membolehkan dan ada yang melarangnya.
Ketujuh, al-Washiyyah ( الوصية ); wasiat, yaitu seorang guru mewasiatkan disaat mendekati ajalnya atau dalam perjalanan, sebuah kitab yang ia wasiatkan kepada sang perawi. Ulama sebagian membolehkan dan yang lain tidak membolehkan.

Kedelapan, al-Wijâdah ( الوجادة ); penemuan, yaitu seorang rawi mendapat hadis atau kitab dengan tulisan seorang syeikh itu, sedangkan hadis-hadisnya tidak pernah didengarkan ataupun ditulis oleh siperawi . 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar