Sabtu, 14 Oktober 2017

Falah dan Maslahah dalam Beraktifitas Ekonomi

Falah dan Maslahah dalam Beraktifitas Ekonomi

Jika diperhatikan dengan seksama, dalam buku “Ekonomi Islam” sering diulang-ulang kata-kata Falah dan Maslahah, dalam hampir setiap bab Falah dan Maslahah sesungguhnya bermula dari kenyataan bahwa masalah ekonomi hanyalah bagian dari aspek kehidupan yang diharapkan akan membawa manusia kepada tujuan hidupnya. Sedangkan untuk memahami bagaimana mencapai tujuan hidup, ada tiga hal pokok yang diperlukan: Pertama memahami bahwa falah adalah tujuan hidup seorang muslim. Kedua memahami bahwa maslahah adalah tujuan antara menuju kepada falah. Dan ketiga mengakui adanya problem dalam mencapai falah.

Falah berasal dari bahasa Arab dari kata kerja aflah a-yuflihu yang berarti kesuksesan, kemuliaan atau kemenangan. Dalam pengertian literal, falah adalah kemuliaan dan kemenangan, yaitu kemuliaan dan kemenangan hidup. Istilah falah menurut Islam diambil dari Alquran yang sering dimaknai sebagai keberuntungan jangka panjang, dunia dan akhirat, sehingga tidak hanya memandang aspek material, tapi justru lebih ditekankan pada aspek spiritual. Dalam konteks dunia, falah merupakan konsep yang multi dimensi. Ia memiliki implikasi pada aspek perilaku individual/mikro maupun perilaku kolektif/makro. Secara ringkasnya, untuk kehidupan dunia, falah mencakup tiga pengertian, yaitu kelangsungan hidup, kebebasan berkeinginan serta kekuatan dan kehormatan. Sedangkan untuk kehidupan akhirat, falah mencakup pengertian kelangsungan hidup yang abadi, kesejahteraan abadi, kemuliaan abadi dan pengetahuan abadi (bebas dari segala kebodohan). Ekonomi Islam mempelajari bagaimana manusia memenuhi kebutuhan materinya di dunia ini, sehingga tercapai kesejahteraan yang akan membawa kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah).

Falah dapat terwujud apabila terpenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup manusia secara seimbang. Tercukupinya kebutuhan masyarakat akan memberikan dampak yang disebut dengan maslahah. Maslahah adalah segala bentuk keadaan, baik material maupun nonmaterial, yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Menurut al-Shatibi,  maslahah dasar bagi kehidupan manusia terdiri dari lima hal, yaitu agama (din), jiwa (nafs), intelektual (aql), keluarga dan keturunan (nasl) dan material (mal).

Dalam upaya mencapai falah, manusia menghadapi banyak permasalahan. Permasalahan ini sangat kompleks dan sering kali saling terkait antara satu faktor dengan faktor lainnya. Adanya berbagai keterbatasan, kekurangan dan kelemahan yang ada pada manusia serta kemungkinan adanya interdependensi berbagai aspek kehidupan sering kali menjadi permasalahan besar dalam upaya mewujudkan falah. Permasalahan lain adalah kurangnya sumber daya (resources) yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhan atau keinginan manusia dalam rangka mencapai falah. Kekurangan sumber daya inilah yang sering disebut oleh ekonomi pada umumnya dengan istilah ‘kelangkaan’. Kelangkaan relatif terjadi disebabkan oleh tiga hal pokok, yaitu: 1) Ketidakmerataan distribusi sumber daya antarindividu; 2) Keterbatasan manusia dalam memanfaatkan kemampuan yang dimiliki; 3) Konflik antartujuan hidup.

Peran ilmu ekonomi sesungguhnya adalah mengatasi masalah ‘kelangkaan relatif’ ini, sehingga dapat dicapai falah, yang diukur dengan maslahah. Kelangkaan bukanlah terjadi dengan sendirinya, namun dapat juga disebabkan oleh perilaku manusia tadi. Oleh karena itu ilmu ekonomi Islam mencakup tiga aspek dasar, yaitu sebagai berikut: a) Konsumsi, yaitu komoditas apa yang dibutuhkan untuk mewujudkan maslahah; b) Produksi, yaitu bagaimana komoditas yang dibutuhkan itu dihasilkan agar maslahah tercapai; c) Distribusi, yaitu bagaimana sumber daya dan komoditas didistribusikan pada masyarakat agar setiap individu dapat mencapai maslahah.

Maslahah dalam Konsumsi

Dalam menjelaskan konsumsi, kita mengasumsikan bahwa konsumen cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan maslahah maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas Islami bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan maslahah yang diperolehnya. Keyakinan bahwa ada kehidupan dan pembalasan yang adil di akhirat  serta informasi yang berasal dari Allah akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan konsumsi. Kandungan maslahah terdiri dari manfaat dan berkah. Demikian pula dalam perilaku konsumsi, seorang konsumen akan mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya. Konsumen merasakan adanya manfaat suatu kegiatan konsumsi ketika ia mendapatkan pemenuhan kegiatan fisik atau psikis atau material. Misalnya ketika seseorang menonton televisi di pagi hari, maka ia dapat memilih channel mengenai berita politik dan hukum, berita kriminal, film kartun, hiburan musik atau siaran lainnya. Setiap jenis siaran tersebut dirancang untuk mampu memberikan manfaat bagi penontonnya, baik berupa layanan informasi maupun kepuasan psikis. Tambahan informasi dan kepuasan psikis inilah yang merupakan maslahah duniawi atau manfaat. Di sisi lain, kegiatan menonton ini dimungkinkan memberikan berkah yang positif maupun negatif tergantung dari jenis tontonannya dan tujuannya. Misalnya ketika seseorang menonton berita yang mengungkap cacat (aib) dan keburukan seseorang tanpa tujuan yang benar, maka berarti ia telah mendorong dilakukannya ghibah yang dilarang Islam. Oleh karena itu ia akan memperoleh dosa (berkah yang negatif) meskipun ia mendapatkan kepuasan psikis.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar