Falah dan Maslahah dalam
Beraktifitas Ekonomi
Jika diperhatikan dengan seksama, dalam
buku “Ekonomi Islam” sering diulang-ulang kata-kata Falah dan Maslahah, dalam
hampir setiap bab Falah dan Maslahah sesungguhnya
bermula dari kenyataan bahwa masalah ekonomi hanyalah bagian dari aspek
kehidupan yang diharapkan akan membawa manusia kepada tujuan hidupnya.
Sedangkan untuk memahami bagaimana mencapai tujuan hidup, ada tiga hal pokok
yang diperlukan: Pertama memahami bahwa falah
adalah tujuan hidup seorang muslim. Kedua memahami
bahwa maslahah adalah tujuan antara menuju kepada falah. Dan ketiga mengakui
adanya problem dalam mencapai falah.
Falah berasal dari bahasa
Arab dari kata kerja aflah a-yuflihu
yang berarti kesuksesan, kemuliaan atau kemenangan. Dalam pengertian literal,
falah adalah kemuliaan dan
kemenangan, yaitu kemuliaan dan kemenangan hidup. Istilah falah menurut Islam diambil
dari Alquran yang sering dimaknai sebagai keberuntungan jangka panjang, dunia
dan akhirat, sehingga tidak hanya memandang aspek material, tapi justru lebih
ditekankan pada aspek spiritual. Dalam konteks dunia, falah merupakan konsep yang
multi dimensi. Ia memiliki implikasi pada aspek perilaku individual/mikro
maupun perilaku kolektif/makro. Secara ringkasnya, untuk kehidupan dunia, falah mencakup tiga
pengertian, yaitu kelangsungan hidup, kebebasan berkeinginan serta kekuatan dan
kehormatan. Sedangkan untuk kehidupan akhirat, falah mencakup pengertian
kelangsungan hidup yang abadi, kesejahteraan abadi, kemuliaan abadi dan
pengetahuan abadi (bebas dari segala kebodohan). Ekonomi Islam mempelajari
bagaimana manusia memenuhi kebutuhan materinya di dunia ini, sehingga tercapai
kesejahteraan yang akan membawa kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah).
Falah
dapat terwujud apabila terpenuhi kebutuhan-kebutuhan
hidup manusia secara seimbang. Tercukupinya kebutuhan masyarakat akan
memberikan dampak yang disebut dengan maslahah.
Maslahah adalah segala bentuk
keadaan, baik material maupun nonmaterial, yang mampu meningkatkan kedudukan
manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Menurut al-Shatibi, maslahah
dasar bagi kehidupan manusia terdiri dari lima hal, yaitu agama (din), jiwa (nafs),
intelektual (aql), keluarga dan keturunan (nasl) dan material (mal).
Dalam upaya mencapai falah, manusia menghadapi
banyak permasalahan. Permasalahan ini sangat kompleks dan sering kali saling
terkait antara satu faktor dengan faktor lainnya. Adanya berbagai keterbatasan,
kekurangan dan kelemahan yang ada pada manusia serta kemungkinan adanya
interdependensi berbagai aspek kehidupan sering kali menjadi permasalahan besar
dalam upaya mewujudkan falah.
Permasalahan lain adalah kurangnya sumber daya (resources) yang tersedia
dibandingkan dengan kebutuhan atau keinginan manusia dalam rangka mencapai falah. Kekurangan sumber
daya inilah yang sering disebut oleh ekonomi pada umumnya dengan istilah
‘kelangkaan’. Kelangkaan relatif terjadi disebabkan oleh tiga hal pokok, yaitu:
1) Ketidakmerataan distribusi sumber daya antarindividu; 2) Keterbatasan
manusia dalam memanfaatkan kemampuan yang dimiliki; 3) Konflik antartujuan
hidup.
Peran ilmu ekonomi sesungguhnya adalah
mengatasi masalah ‘kelangkaan relatif’ ini, sehingga dapat dicapai falah, yang diukur dengan
maslahah. Kelangkaan bukanlah
terjadi dengan sendirinya, namun dapat juga disebabkan oleh perilaku manusia
tadi. Oleh karena itu ilmu ekonomi Islam mencakup tiga aspek dasar, yaitu
sebagai berikut: a) Konsumsi, yaitu komoditas apa yang dibutuhkan untuk
mewujudkan maslahah;
b) Produksi, yaitu bagaimana komoditas yang dibutuhkan itu dihasilkan agar maslahah tercapai; c)
Distribusi, yaitu bagaimana sumber daya dan komoditas didistribusikan pada
masyarakat agar setiap individu dapat mencapai maslahah.
Maslahah dalam Konsumsi
Dalam menjelaskan konsumsi, kita
mengasumsikan bahwa konsumen cenderung untuk memilih barang dan jasa yang
memberikan maslahah
maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas Islami bahwa setiap pelaku ekonomi
selalu ingin meningkatkan maslahah
yang diperolehnya. Keyakinan bahwa ada kehidupan dan pembalasan yang adil di
akhirat serta informasi yang berasal
dari Allah akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan konsumsi.
Kandungan maslahah
terdiri dari manfaat dan berkah. Demikian pula dalam perilaku konsumsi, seorang
konsumen akan mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan
konsumsinya. Konsumen merasakan adanya manfaat suatu kegiatan konsumsi ketika
ia mendapatkan pemenuhan kegiatan fisik atau psikis atau material. Misalnya
ketika seseorang menonton televisi di pagi hari, maka ia dapat memilih channel
mengenai berita politik dan hukum, berita kriminal, film kartun, hiburan musik
atau siaran lainnya. Setiap jenis siaran tersebut dirancang untuk mampu
memberikan manfaat bagi penontonnya, baik berupa layanan informasi maupun
kepuasan psikis. Tambahan informasi dan kepuasan psikis inilah yang merupakan
maslahah duniawi atau
manfaat. Di sisi lain, kegiatan menonton ini dimungkinkan memberikan berkah
yang positif maupun negatif tergantung dari jenis tontonannya dan tujuannya.
Misalnya ketika seseorang menonton berita yang mengungkap cacat (aib) dan
keburukan seseorang tanpa tujuan yang benar, maka berarti ia telah mendorong
dilakukannya ghibah yang dilarang Islam. Oleh karena itu ia akan memperoleh
dosa (berkah yang negatif) meskipun ia mendapatkan kepuasan psikis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar