Hak kekayaan intelektual itu adalah
hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak
(peranannya sebagai pusat pengaturan segala kegiatan fisik dan psikologis),
hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar,
hasilkerjaanya itu berupa benda immateril (benda yang tidak berwujud). Hasil
kerja otak itu kemudian dirumuskan sebagai intelektualitas. Orang yang optimal mememrankan
kerja otaknya disebut sebagai orang yang terpelajar, mampu menggunakan rasio,
mampu berpikir secara rasional dengan menggunakan logika (metode berpikir,
cabang filsafat), karena itu hasil pemikirannya disebut rasional atau logis.
Orang yang tergabung dalam kelompok ini disebut kaum intelektual.
Hak kekayaan intelektual
diklasifikasikan termasuk dalam bidang hukum perdata yang merupakan bagian
hukum benda. Khusus mengenai hukum benda di sana terdapat pengaturan tentang
hak kebendaan. Hak kebendaan itu sendiri terdiri atas hak benda materil dan
immateril. HAKi disebut juga Hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada
seseorang atau sekelompok orang untuk memegang monopoli dalam menggunakan dan
mendapatkan manfaat dari kekayaan intelektual.
Perlindungan dan penegakkan hukum
HAKi burtujuan untuk mendorong timbulnya inovasi, pengalihan dan penyebaran
teknologi dan diperolehnya manfaat bersama antara penghasil dan pengguna
pengetahuan teknologi, menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta keseimbangan
antara hak dan kewajiban. Berikut adalah penjelasan mendetail mengenai
macam-macam HAKi:
1.
HAK CIPTA
Hak Cipta
(copyright)
Menurut Direktorat Jendral HAKi yang tertuang dalam buku panduan Hak
Kekayaan Intelektual (2006 : 09) adalah hak eksklusif bagi pencipta atau
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi ijin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan.
Dimaksudkan dengan pengumuman, di sini tercakup juga hak untuk menjual,
memamerkan, mengedarkan dan lain sebagainya dengan menggunakan alat apapun
termasuk melalui media internet sehingga ciptaan itu bisa dinikmati oleh orang
lain. Sedangkan yang dimaksudkan dengan pencipta adalah seseorang atau beberapa
orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian
yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Dimaksudkan dengan
ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam
lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. Perlindungan suatu ciptaan timbul
secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata.
Pendaftaran suatu ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban. Namun demikian
pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan
mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti
awal di pengadilan apabila timbul sengketa dikemudian hari terhadap ciptaan
tersebut.
Pengertian
Hak Cipta
Pengertian hak cipta menurut
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002:
Hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku” (Pasal 1 butir 1).
Pengertian hak cipta menurut Pasal 2
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta :
Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi ijin untuk iti dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama
yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,
imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk
yang khas dan bersifat pribadi.
Hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan
gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk
menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak
tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya
pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau
“ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis
lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi
musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer,
siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak
cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti
paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta
bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk
mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa
perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep,
fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan
tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki
Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau
menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney
tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh
tikus secara umum.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta,
yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam
undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 butir 1).
Sejarah Hak
Cipta
Pada jaman dahulu tahun 600 SM, seseorang dari Yunani bernama Peh Riad
menemukan 2 tanda baca yaitu titik (.) dan koma (,). Anaknya bernama Apullus
menjadi pewarisnya dan pindah ke Romawi. Pemerintah Romawi memberikan
Pengakuan, Perlindungan dan Jaminan terhadap karya cipta ayah nya itu. Untuk
setiap penggunaan, penggandaan dan pengumuman ats penemuan Peh Riad itu,
Apullus memperoleh penghargaan dan jaminan sebagai pencerminan pengakuan hak
tersebut. Apullus ternyata orang yang bijaksana, dia tidak menggunakan seluruh
honorarium yang diterimany. Honor titik (.) digunakan untuk keperluan sendiri
sebagai ahli waris, sedangkan honor koma (,) dikembalikan ke pemerintah Romawi
sebagai tanda terima kasih atas penghargaan dan pengakuan terhadap hak cipta
tersebut.
Halaman buku
dari era pra-Gutenberg, sekitar tahun 1310
Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright
dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya “hak salin”). Copyright ini
diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh
Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan
tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya.
Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang
pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat
disalin.
Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk
menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai
diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut
diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup
perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur
penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain
itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang
copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut
menjadi milik umum.
Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works
(“Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra” atau “Konvensi
Bern“) pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright
antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara
otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya
untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan
dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright
terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si
pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku
copyright tersebut selesai.
Sejarah Hak
Cipta di Indonesia
Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari
Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya,
cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta
berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang
hak cipta yang pertama di Indonesia[1]. Undang-undang tersebut kemudian diubah
dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan
pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam
pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup
pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights – TRIPs
(“Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual”). Ratifikasi
tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun
1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden
Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property
Organization Copyrights Treaty (“Perjanjian Hak Cipta WIPO”) melalui Keputusan
Presiden Nomor 19 Tahun 1997[2].
Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta
Hak eksklusif
Beberapa hak
eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
·
Membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual
hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
·
Mengimpor dan mengekspor ciptaan,
·
Menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan
(mengadaptasi ciptaan),
·
Menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
·
Menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada
orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan “hak eksklusif” dalam hal ini adalah bahwa hanya
pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara
orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa
persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif
pemegang hak cipta termasuk “kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi,
mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor,
memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan
mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun”[2].
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula “hak
terkait”, yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif,
yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan
sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur
pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau
disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab
VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak
rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan,
misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4).
Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya
tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
Hak Ekonomi dan Hak Moral
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu
ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga
mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak
moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan,
dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep “hak ekonomi” dan “hak moral”.
Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan,
sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku
(seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun,
walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan[2]. Contoh pelaksanaan hak
moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak
cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak
moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.
Perolehan dan Pelaksanaan Hak Cipta
Hak cipta gambar potret “penduduk asli Bengkulu” yang diterbitkan pada
tahun 1810 ini sudah habis masa berlakunya.
Pada umumnya, suatu ciptaan haruslah memenuhi standar minimum agar berhak
mendapatkan hak cipta, dan hak cipta biasanya tidak berlaku lagi setelah
periode waktu tertentu (masa berlaku ini dimungkinkan untuk diperpanjang pada
yurisdiksi tertentu).
Perolehan Hak Cipta
Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan
bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta; di Inggris
misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor “keahlian, keaslian, dan usaha”.
Pada sistem yang juga berlaku berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak cipta atas
suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui pendaftaran resmi terlebih dahulu;
bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk tertentu, misalnya pada medium
tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita video, atau surat),
pemegang hak cipta sudah berhak atas hak cipta tersebut. Namun demikian,
walaupun suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak
cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang
berlaku pada yurisdiksi bersangkutan) memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti
hak cipta yang sah.
Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan pencipta dan
bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan
hubungan dinas. Prinsip ini umum berlaku; misalnya dalam hukum Inggris
(Copyright Designs and Patents Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8).
Dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip
tersebut antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta.
Ciptaan Yang Dapat Dilindungi
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya
buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan
pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama,
drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala
bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni
patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya
tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi,
sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai
kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti
terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan
karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi
berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan
tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).
Penanda Hak Cipta
Dalam yurisdiksi tertentu, agar suatu ciptaan seperti buku atau film
mendapatkan hak cipta pada saat diciptakan, ciptaan tersebut harus memuat suatu
“pemberitahuan hak cipta” (copyright notice). Pemberitahuan atau pesan tersebut
terdiri atas sebuah huruf c di dalam lingkaran (yaitu lambang hak cipta, ©),
atau kata “copyright“, yang diikuti dengan tahun hak cipta dan nama pemegang
hak cipta. Jika ciptaan tersebut telah dimodifikasi (misalnya dengan terbitnya
edisi baru) dan hak ciptanya didaftarkan ulang, akan tertulis beberapa angka
tahun. Bentuk pesan lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu.
Pemberitahuan hak cipta tersebut bertujuan untuk memberi tahu (calon) pengguna
ciptaan bahwa ciptaan tersebut berhak cipta.
Pada perkembangannya, persyaratan tersebut kini umumnya tidak diwajibkan
lagi, terutama bagi negara-negara anggota Konvensi Bern. Dengan perkecualian pada
sejumlah kecil negara tertentu, persyaratan tersebut kini secara umum bersifat
manasuka kecuali bagi ciptaan yang diciptakan sebelum negara bersangkutan
menjadi anggota Konvensi Bern.
Lambang © merupakan lambang Unicode 00A9 dalam heksadesimal, dan dapat
diketikkan dalam (X)HTML sebagai ©, ©, atau ©
Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta
Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi yang
berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat
bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di
Amerika Serikat misalnya, masa berlaku hak cipta semua buku dan ciptaan lain
yang diterbitkan sebelum tahun 1923 telah kadaluwarsa. Di kebanyakan negara di
dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta biasanya sepanjang hidup penciptanya
ditambah 50 tahun, atau sepanjang hidup penciptanya ditambah 70 tahun. Secara
umum, hak cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada akhir tahun
bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya pencipta.
Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah
sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama
kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah
pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak
moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang
oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama
(UU 19/2002 bab III dan pasal 50).
Penegakan Hukum Atas Hak Cipta
Pemusnahan
cakram padat (CD) bajakan di Brasil.
Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta
dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara
umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim
pada perkara-perkara lain.
Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam
hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun yang
dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta
rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang
merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk
melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU
19/2002 bab XIII).
Perkecualian dan Batasan Hak Cipta
Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif
yang diatur dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah
doktrin fair use atau fair dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang
memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal
diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian
ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut
atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan
yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan
dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan
pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah “kepentingan yang
didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu
ciptaan”. Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk
pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk
pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip
harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya
nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu,
seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat
salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan
semata-mata untuk digunakan sendiri[2].
Hak cipta foto umumnya dipegang fotografer, namun foto potret seseorang
(atau beberapa orang) dilarang disebarluaskan bila bertentangan dengan
kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret. UU Hak Cipta Indonesia secara
khusus mengatur hak cipta atas potret dalam pasal 19–23.
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia
untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak
cipta demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18),
ataupun melarang penyebaran ciptaan “yang apabila diumumkan dapat merendahkan
nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat
menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara,
bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan
ketertiban umum” (pasal 17)[2]. ketika orang mengambil hak cipta seseorang maka
orang tersebut akan mendapat hukuman yang sesuai pada kejahatan yang di lakukan
Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat
terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan
atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim,
ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya
(misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa). Di Amerika
Serikat, semua dokumen pemerintah, tidak peduli tanggalnya, berada dalam domain
umum, yaitu tidak berhak cipta.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan
lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli tidaklah
melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita aktual baik
seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat
kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan
secara lengkap.
Pendaftaran Hak Cipta di Indonesia
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi
pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan
dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran[2].
Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti
awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap
ciptaan[1]. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran
hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
(Ditjen HKI), yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia]]. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung
ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta
dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir
pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HKI.
“Daftar Umum Ciptaan” yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh
Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
Lisensi Hak Cipta
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang
hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak
ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
Kritik atas Konsep Hak Cipta
Copyleft,
lisensi untuk memastikan kebebasan ciptaan.
Kritikan-kritikan terhadap hak cipta secara umum dapat dibedakan menjadi
dua sisi, yaitu sisi yang berpendapat bahwa konsep hak cipta tidak pernah
menguntungkan masyarakat serta selalu memperkaya beberapa pihak dengan
mengorbankan kreativitas, dan sisi yang berpendapat bahwa konsep hak cipta
sekarang harus diperbaiki agar sesuai dengan kondisi sekarang, yaitu adanya
masyarakat informasi baru.
Keberhasilan proyek perangkat lunak bebas seperti Linux, Mozilla Firefox,
dan Server HTTP Apache telah menunjukkan bahwa ciptaan bermutu dapat dibuat
tanpa adanya sistem sewa bersifat monopoli berlandaskan hak cipta [3].
Produk-produk tersebut menggunakan hak cipta untuk memperkuat persyaratan lisensinya,
yang dirancang untuk memastikan kebebasan ciptaan dan tidak menerapkan hak
eksklusif yang bermotif uang; lisensi semacam itu disebut copyleft atau lisensi
perangkat lunak bebas.
Asosiasi Hak Cipta di Indonesia
Asosiasi Hak
Cipta di Indonesia antara lain:[1]
KCI :
Karya Cipta Indonesia
ASIRI :
Asosiasi Industri Rekaman Indonesia
ASPILUKI :
Asosiasi Piranti Lunak Indonesia
APMINDO :
Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia
ASIREFI :
Asosiasi Rekaman Film Indonesia
PAPPRI :
Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia
IKAPI :
Ikatan Penerbit Indonesia
MPA :
Motion Picture Assosiation
BSA :
Bussiness Software Assosiation
Keputusan Fatwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Nomor 1 tahun 2003 tentang Hak Cipta
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memutuskan bahwa : Dalam hukum Islam,
Hak Cipta dipandang sebagai salah satu huquq maliyyah (Hak Kekayaan) yang
mendapatkan perlindungan hukum (masnun) sebagaimana mal (kekayaan) Hak Cipta
yang mendapatkan perlindungan hukum Islam sebagaimana dimaksud angka 1 tersebut
adalah Hak Cipta atas ciptaan yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Sebagaimana mal, Hak Cipta dapat dijadikan obyek akad (al-ma’qud alaih), baik
akad mua’wadhah (pertukaran, komersil), maupun akad tabarru’at (non komersial),
serta diwaqafkan dan diwarisi. Setiap bentuk pelanggaran terhadap Hak Cipta,
terutama pembajakan, merupakan kezaliman yang hukumnya adalah HARAM.
2.
HAK PATEN
Paten (Patent)
Berbeda dengan hak cipta yang melindungi sebuah karya, paten melindungi
sebuah ide, bukan ekspresi dari ide tersebut. Pada hak cipta, seseorang lain
berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat berdasarkan
karya orang lain yang memiliki hak cipta. Sedangkan pada paten, seseorang tidak
berhak untuk membuat sebuah karya yang cara bekerjanya sama dengan sebuah ide
yang dipatenkan.
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas
hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada
pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 1)
1. Dalam hal
Paten Produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewa, menyerahkan, memakai,
menyediakan untuk di jual atau disewakan atau diserahkan produk yang di beri
paten.
2. Dalam hal
Paten Proses : Menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat
barang dan tindakan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a.
·
Pemegang Paten berhak memberikan lisensi kepada orang
lain berdasarkan surat perjanjian lisensi.
·
Pemegang Paten berhak menggugat ganti rugi melalui
pengadilan negeri setempat, kepada siapapun, yang dengan sengaja dan tanpa hak
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas.
·
Pemegang Paten berhak menuntut orang yang dengan
sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu
tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam butir 1 di atas.
·
Pengajuan
Permohonan Paten
Paten diberikan atas dasar permohonan dan memenuhi persyaratan
administratif dan subtantif sebagaimana diatur dalam Undang-undang Paten.
·
Sistem First
to File
Adalah suatu sistem pemberian Paten yang menganut mekanisme bahwa seseorang
yang pertamakali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemegang Paten, bila
semua persyaratannya dipenuhi.
·
Kapan
sebaiknya permohonan Paten diajukan ?
Suatu permohonan Paten sebaiknya diajukan secepat mungkin, mengingat sistem
Paten Indonesia menganut sistem First to File. Akan tetapi pada saat pengajuan,
uraian lengkap penemuan harus secara lengkap menguraikan atau mengungkapkan
penemuan tersebut.
·
Hal-hal yang
sebaiknya dilakukan oleh seorang Inventor sebelum mengajukan permohonan Paten ?
1.
Melakukan penelusuran. Tahapan ini dimaksudkan untuk
mendapatkan informasi tentang teknologi terdahulu dalam bidang invensi yang
sama (state of the art) yang memungkinkan adanya kaitannya dengan invensi yang
akan diajukan. Melalui informasi teknologi terdahulu tersebut maka inventor
dapat melihat perbedaan antara invensi yang akan diajukan permohonan Patennya
dengan teknologi terdahulu.
2.
Melakukan Analisis. tahapan ini dimaksudkan untuk
menganalisis apakah ada ciri khusus dari invensi yang akan diajukan permohonan
Patennya dibandingkan dengan Invensi terdahulu.
3.
Mengambil Keputusan. Jika invensi yang dihasilkan
tersebut mempunyai ciri teknis dibandingkan dengan teknologi terdahulu, maka
invensi tersebut sebaiknya diajukkan permohonan Patennya.Sebaliknya jika tidak
ditemukan ciri khusus, maka invensi tersebut sebaiknya tidak perlu diajukan
untuk menghindari kerugian dari biaya pengajuan permohonan Paten.
Paten dimohon dengan mengisi permohonan Paten bertulis di kantor yang
berkait. Pemohonan berisi penjelasan bagaimana cara untuk membuat dan memakai
penemuan dan, di bawah beberapa perundangan, jika tidak jelas, kegunaan
penemuan. Permohonan paten juga mungkin harus terdiri dari “klaim”. Klaim
menegaskan penemuan dan perwujudan untuk yang pelamar ingin hak-hak jelas.
Untuk paten untuk diberi, itu akan menerima efek hukum, permohonan jelas
harus memenuhi syarat hukum berhubungan ke patentability. Apabila patent
penggunaan sudah berasah, kebanyakan kantor paten memeriksa permohonan untuk
memenuhi dengan undang-undang Patentability yang relevan. Jika permohonan tidak
memenuhi syarat, penolakan biasanya dikembalikan kepada pelamar atau agen
pematen mereka, yang bisa menanggapi keberatan untuk mencoba mengatasi mereka
dan mendapatkan dana bantuan paten.
Setelah diberi paten, ianya subyek di kebanyakan negara untuk biaya
maintenance, secara umum diperbaharui setiap tahun, AS yang menjadi
pengecualian penting.
Dalam Egbert v. Lippmann,104 U. S. 333 (1881) (the “korset kasus”),
Mahkamah Agung Amerika Serikat memperkokoh keputusan bahwa seorang penemu yang
sudah “benar-benar memikirkan hak-haknya selama sebelas tahun” dengan tidak
melamar paten tidak bisa mendapatkan sesuatu paten pada waktu itu. Keputusan
ini ditetapkan sebagai aturan 35. yang menghalang seorang penemu dari
mendapatkan paten jika penemuan sudah di guna oleh publik selama lebih dari
satu tahun sebelum memohon paten.
Syarat hasil temuan yang akan dipatenkan di Indonesia adalah baru (belum
pernah diungkapkan sebelumnya), mengandung langkah inventif (tidak dapat diduga
sebelumnya), dan dapat diterapkan dalam industri. Jangka waktu perlindungan
untuk paten ‘biasa’ adalah 20 tahun, sementara paten sederhana adalah 10 tahun.
Paten tidak dapat diperpanjang. Untuk memastikan teknologi yang diteliti belum
dipatenkan oleh pihak lain dan layak dipatenkan, dapat dilakukan penelusuran
dokumen paten. Ada beberapa kasus khusus penemuan yang tidak diperkenankan
mendapat perlindungan paten, yaitu proses / produk yang pelaksanaannya
bertentangan dengan undang-undang, moralitas agama, ketertiban umum atau
kesusilaan; metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang
diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan; serta teori dan metode di bidang
matematika dan ilmu pengetahuan, yakni semua makhluk hidup, kecuali jasad
renik, dan proses biologis penting untuk produksi tanaman atau hewan, kecuali
proses non-biologis atau proses mikro-biologis.
3.
HAK MEREK
Hak Merk
Merk adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
pembeda dan dipergunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
Merk atau merk dagang adalah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan
produk/jasa dan menimbulkan arti psikologis/asosiasi.
Jenis- Jenis Merk
a. Merk Dagang
Merk dagang adalah merk yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
b. Merk Jasa
Merk jasa adalah merk yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
c. Merk Kolektif
Merk kolektif adalah merk yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan
karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan
hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis
lainnya.
Berbeda dengan produk sebagai sesuatu yg dibuat di pabrik, merek dipercaya
menjadi motif pendorong konsumen memilih suatu produk, karena merek bukan hanya
apa yg tercetak di dalam produk (kemasannya), tetapi merek termasuk apa yg ada
di benak konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya.
Menurut David A. Aaker, merek adalah nama atau simbol yang bersifat
membedakan (baik berupa logo,cap/kemasan) untuk mengidentifikasikan barang/jasa
dari seorang penjual/kelompok penjual tertentu. Tanda pembeda yang digunakan
suatu badan usaha sebagai penanda identitasnya dan produk barang atau jasa yang
dihasilkannya kepada konsumen, dan untuk membedakan usaha tersebut maupun
barang atau jasa yang dihasilkannya dari badan usaha lain.
Merek merupakan kekayaan industri yang termasuk kekayaan intelektual.
Secara konvensional, merek dapat berupa nama, kata, frasa, logo, lambang,
desain, gambar, atau kombinasi dua atau lebih unsur tersebut.
Di Indonesia, hak merek dilindungi melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001. Jangka waktu perlindungan untuk merek adalah sepuluh tahun dan berlaku
surut sejak tanggal penerimaan permohonan merek bersangkutan dan dapat
diperpanjang, selama merek tetap digunakan dalam perdagangan.
Fungsi Merk
o
Tanda Pengenal untuk membedakan hasil produksi yang
dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum
dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya.
o
Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil
produksinya cukup dengan menyebutkan mereknya.
o
Sebagai jaminan atas mutu barangnya.
o
Menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan.
Pendaftaran Merk
Yang dapat
mengajukan pendaftaran merek adalah :
·
Orang (persoon)
·
Badan Hukum (recht persoon)
·
Beberapa orang atau badan hukum (pemilikan bersama)
Fungsi Pendaftaran Merek
·
Sebagai alat bukti bagi pemilik yang berhak atas merek
yang didaftarkan.
·
Sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama
keseluruhan atau sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain
untuk barang/jasa sejenis.
·
Sebagai dasar untuk mencegah orang lain memakai merek
yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/jasa
sejenis.
Hal-Hal yang Menyebabkan Suatu Merek Tidak Dapat di
Daftarkan
·
Didaftarkan oleh pemohon yang tidak beritikad baik.
·
Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, moralitas keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban umum.
·
Tidak memiliki daya pembeda.
·
Telah menjadi milik umum
·
Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau
jasa yang dimohonkan pendaftarannya. (Pasal 4 dan Pasal 5 UU Merek).
4. DESAIN INDUSTRI
Desain Industri
Desain industri (bahasa Inggris: Industrial design) adalah seni terapan di
mana estetika dan usability (kemudahan dalam menggunakan suatu barang) suatu
barang disempurnakan. Desain industri menghasilkan kreasi tentang bentuk,
konfigurasi, atau komposisi garis atau warna atau garis dan warna atau
gabungannya, yang berbentuk 3 atau 2 dimensi, yang memberi kesan estetis, dapat
dipakai untuk menghasilkan produk, barang, komoditas industri atau kerajinan
tangan. Sebuah karya desain dianggap sebagai kekayaan intelektual karena
merupakan hasil buah pikiran dan kreatifitas dari pendesainnya, sehingga
dilindungi hak ciptanya oleh pemerintah melalui Undang-Undang No. 31 tahun 2000
tentang Desain Industri. Kriteria desain industri adalah baru dan tidak
melanggar agama, peraturan perundangan, susila, dan ketertiban umum. Jangka
waktu perlindungan untuk desain industri adalah 10 tahun terhitung sejak
tanggal penerimaan permohonan Desain Industri ke Kantor Ditjen Hak Kekayaan
Intelektual.
Desain Industri adalah cabang HKI yang melindungi penampakan luar suatu
produk. Sebelum perjanjian TRIPS lahir, desain industri dilindungi oleh
Undang-Undang Hak Cipta. Namun karena perkembangan desain yang sangat pesat,
maka perlu dibuatkan UU Khusus yang mengatur tentang desain industri.
Sejarah
Pengaturan Desain Industri
Pengaturan tentang Desain Industri dikenal pada abad ke-18 terutama di
Inggris karena adanya Revolusi Industri. Desain Industri awalnya berkembang
pada sektor tekstil dan kerajinan tangan yang dibuat secara massal. UU pertama
yang mengatur mengenai Desain Industri adalah “The designing and printing of
linens, cotton, calicoes and muslin act” sekitar tahun 1787. Pada saat ini
Desain Industri hanya dalam bentuk 2 Dimensi. Sedangkan Desain Industri dalam
bentuk 3 (tiga) Dimensi mulai diatur melalui Sculpture Copyright Act 1798
pengaturannya masih sederhana hanya meliputi model manusia dan binatang. Lalu
pada tanggal 20 Maret 1883 The Paris Convention for the Protection of
Industrial Property (Paris Convention). Amanat pada pasal 5 Paris Convention
menyatakan bahwa Desain Industri harus dilindungi di semua negara anggota Paris
Convention [1]
Estetika Versus Fungsionalitas
Perlindungan desain memberikan hak monopoli kepada pemilik desain atas
bentuk, konfigurasi, pola atau ornamentasi tertentu dari sebuah desain. Dengan
demikian, hukum desain hanya melindungi penampilan bentuk terluar dari suatu
produk. Undang-Undang Desain Industri tidak melindungi aspek fungsional dari
sebuah desain, seperti cara pembuatan produk, cara kerja, atau aspek
keselamatannya. Pembuatan, pengoperasian dan ciri-ciri barang tertentu
dilindungi oleh hukum paten.[2]
Syarat-Syarat Perlindungan Desain
Hak Desain Industri diberikan untuk desain industri yang baru, Desain
Industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, desain industri
tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya, meskipun
terdapat kemiripan. Pengungkapan sebelumnya, sebagaimana dimaksud adalah
pengungkapan desain industri yang sebelum :
a.
Tanggal penerimaan; atau
b.
Tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan
hak prioritas.
c.
Telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau luar
Indonesia.
Suatu Desain Industri tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka
waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal penerimaannya, desain industri
tersebut :
1.
Telah dipertunjukkan dalam suatu pameran nasional
ataupun internasional di Indonesia atau di luar negeri yang resmi atau diakui
sebagai resmi; atau
2.
Telah digunakan di Indonesia oleh pendesain dalam
rangka percobaan dengan tujuan pendidikan, penelitian, atau pengembangan.
Selain itu, Desain Industri tersebut tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau kesusilaan.
Sistem Konstitutif dalam Perlindungan Desain Industri
·
Perlindungan Desain Industri menganut sistem First to
File Principle
·
Suatu Desain Industri dari suatu produk yang dimiliki
tidak akan mendapatkan perlindungan hukum apabila tidak terdaftar. [3]
Lingkup Hak Desain Industri
Pemegang Hak Desain Industri memiliki hak eklusif untuk melaksanakan Hak
Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau
mengedarkan barang yang diberi hak desain industri.
Subjek dari Hak Desain Industri
·
Yang berhak memperoleh hak desain industri adalah
pendesain atau yang menerima hak tersebut dari pendesain.
·
Dalam hal pendesain terdiri atas beberapa orang secara
bersama, hak desain industri diberikan kepada mereka secara bersama, kecuali
jika diperjanjikan lain.
·
Jika suatu desain Industri dibuat dalam hubungan dinas
dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, atau yang dibuat orang lain
berdasarkan pesanan, pemegang hak desain industri adalah pihak yang untuk
dan/atau dalam dinasnya desain industri itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian
lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pendesain apabila penggunaan
desain industri itu diperluas sampai keluar hubungan dinas.
·
Jika suatu desain industri dibuat dalam hubungan kerja
atau berdasarkan pesanan, orang yang membuat desain industri itu dianggap
sebagai pendesain dan pemegang hak desain industri, kecuali jika diperjanjikan
lain antara kedua pihak.
Pengalihan Hak dan Lisensi Desain Industri
Hak Desain Industri dapat beralih atau dialihkan dengan cara pewarisan,
hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh
peraturan perundang-undangan. Pengalihan hak desain industri tersebut harus
disertai dengan dokumen tentang pengalihan hak dan wajib dicatat dalam daftar
umum desain industri pada Ditjen HKI dengan membayar biaya sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan. Pengalihan hak desain industri yang tidak
dicatatkan dalam daftar umum desain industri tidak berakibat hukum pada pihak
ketiga. Pengalihan hak desain industri tersebut akan diumumkan dalam berita
resmi desain industri.
Lisensi Hak Desain Industri
Pemegang Hak Desain Industri dapat memberikan lisensi kepada pihak lain
berdasarkan perjanjian lisensi dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu
untuk melaksanakan hak desain industri dan untuk melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan/atau
mengedarkan barang yang di dalamnya terdapat seluruh atau sebagaian desain yang
telah diberi hak desain industri, kecuali jika diperjanjikan lain. Perjanjian
lisensi ini dapat bersifat ekslusif atau non ekslusif. Perjanjian lisensi wajib
dicatatkan dalam daftar umum desain industri pada Ditjen HKI dengan dikenai
biaya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perjanjian lisensi
ini kemudian diumumkan dalam berita resmi desain industri. Perjanjian lisensi
yang tidak dicatatkan tidak berlaku terhadap pihak ketiga.
Bentuk dan Isi Perjanjian Lisensi
Pada dasarnya bentuk dan isi perjanjian lisensi ditentukan sendiri oleh
para pihak berdasarkan kesepakatan bersama, namun tidak boleh memuat ketentuan
yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti ketentuan yang
dapat menimbulkan akibat yang merugikan bagi perekonomian Indonesia atau memuat
ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
5.
RAHASIA
DAGANG
Rahasia
Dagang (Trade Secret)
Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang
teknologi dan/ atau bisnis dimana mempunyai nilai ekonomis karena berguna dalam
kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode
pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau
bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
Rahasia
dagang mendapat perlindungan apabila informasi itu:
·
Bersifat rahasia hanya diketahui oleh pihak tertentu
bukan secara umum oleh masyarakat,
·
Memiliki nilai ekonomi apabila dapat digunakan untuk
menjalankan kegiatan atau usaha yg bersifat komersial atau dapat meningkatkan
keuntungan ekonomi,
·
Dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak
yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.
Pemilik rahasia dagang dapat memberikan lisensi bagi pihak lain. Yang
dimaksud dengan lisensi adalah izin yang diberikan kepada pihak lain melalui
suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk
menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberikan perlindungan
pada jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.
Tidak dianggap
sebagai pelanggaran rahasia dagang apabila:
·
Mengungkap untuk kepentingan hankam, kesehatan, atau
keselamatan masyarakat,
·
Rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan oleh
penggunaan rahasia dagan milik orang lain yang dilakukan semata-mata untuk
kepentingan pengembangan lebih lanjut produk yang bersangkutan.
Rahasia Dagang di Indonesia diatur dalam UU No 30 tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang. Perlindungan rahasia dagang berlangsung otomatis dan masa
perlindungan tanpa batas
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar